Rabu, 28 Desember 2011

TERPURUKNYA BANGSA KITA



Mahfud mengutarakan bahwa  Para pejabat negeri  ini banyak yang gila hormat, dan Busyro Muqoddas menyebutkan banyak pejabat negara yang berpola hidup mewah. Kesimpulannya , Negeri ini penuh sesak oleh pejabat negara yang gila hormat dan suka hidup bermewah-mewahan. Sementara rakyat mau tidak mau harus hormat kepada orang gila.

Gila Hormat dan hidup mewah bukanlah hal yang baru kita jumpai dinegeri ini, keduanya bermuara dari sikap mental feodal yang melekat pada diri sang pejabat yang seyogyanya menjadi abdi negara tetapi sebaliknya menjadikan rakyat sebagai abdinya. Seharusnya mereka menjadi  pelayan masyarakat namun kenyataannya mereka lebih sering minta dilayani, dan sesungguhnya mereka harus bekerja untuk kepentingan orang  banyak bukan sebaliknya merasa diri lebih penting dari banyak orang.

Gila hormat dan pola hidup mewah ini tidak hanya dilakukan oleh sang pejabat itu sendiri, terkadang juga diikuti oleh anak dan isterinya, bahkan mertua, ipar dan kerabat dekatnya hingga  penjaga pintu rumah sang pejabat juga minta dihormati.

Gila hormat dan Hidup mewah adalah akar dari korupsi itu sendiri, dan biasanya seseorang yang gila hormat selalu menempatkan kekayaan dan jabatan sebagai sesuatu yang terhormat, jadilah ia gila pangkat untuk dihormati lalu memanfaatkan pangkat dan jabatan yang dimiliki untuk melakukan tindak pidana korupsi.

Hal ini tidak hanya terjadi di pusat pemerintahan, di daerah lebih parah lagi, maka tak heran jika ada isteri kepala daerah yang  berupaya mempertahankan kehormatan dengan cara mencalonkan diri menggantikan jabatan suaminya. Dan tidak jarang pula kita dengar ada isteri, anak, ipar atau kerabat bupati yang ikut menentukan dalam pelaksanaan tender proyek pembangunan di daerah, maka tidak heran jika yang menjadi pemenangnya adalah kerabat dan para kroninya.

Gila hormat dan hidup mewah inilah merupakan dua hal yang telah mendorong bangsa ini kedalam lobang keterpurukan, terpuruk secara ekonomi dan moral . Meskipun sudah 66 tahun merdeka, namun sebagian besar rakyat belum dapat menikmati makna kemerdekaan itu, karena mereka harus terbungkuk-bungkuk menghormati kaum pejabat yang feodal, dan setiap kali datang berurusan harus menyediakan uang pelicin atau upeti.

Pejabat gila hormat, dan rakyat terpaksa menghormati orang gila.

Sumber: Suara rakyat merdeka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar